Seringan Awan

iPod kesayanganku terus memutarkan lagu itu berkali-kali.  Ya, jika sedang suka-sukanya sama satu lagu, pasti kuputar lagu itu berkali-kali sampai puas mendengarkannya.  Lagu dari band indie asal Bandung, Homogenic, terus berputar di otak ku.  Bukan cuma karena suara yang ‘wah’ dari vokalisnya (vokalisnya yang baru.  Vokalisnya yang lama juga punya karakter suara yang unik) dan lagunya yang keren, tapi juga karena keadaanku benar-benar cocok dengan lagu itu.

Ya, tiap kali melihatnya, ataupun berada didekatnya, hatiku terasa ringan, seperti awan.  Pantaslah lagu Seringan Awan dari Homogenic ‘menyihirku’.  Menurutku itu bodoh.  Maksudku, bagaimana bisa cuma gara-gara seseorang, kita merasa begitu ringan, tenang.  Mungkin aku terlalu naif bila berkata begitu.  Buktinya diriku sendiri sedang mengalaminya.  Itu yang dinamakan kasih sayang, atau cinta?  Sudahlah, aku tidak mengerti tentang cinta, atau dengan kebahagiaan yang ditimbulkannya, atau dengan kepedihan yang mengikutinya.

¤¤¤

Panasnyarasanya makin hari makin panas saja.  Bila begini terus, kulitku bisa hitam!  Baiklah, itu tidak penting.  Yang penting itu, ada seseorang yang datang kearahku.  Tunggu, itu kan, itu kan…

“Hey, Milla!”

Sosok itu sudah berada di depanku.  Dengan terengah-engah, dia menatapku.  Lalu tersenyum.

“Kok baru dateng sih?  Kutunggu dari tadi, lho…”

Mati aku.  Kurasakan kakiku bergetar.

“Eh, oh… oh ya?  Kenapa memang?” aku salting.

“Lho, kok kenapa?  Kan kemaren kamu janji mau ngajarin aku Fisika.  Masa gak inget?”

Fisika?  Yang mana?  Oh iya, aku ingat.  Dia memintaku untuk mengajarinya tentang materi bab 3, karena lusa dia ada ulangan.

“Oh, iya iya.  Aku baru ingat” kataku sambil cengar-cengir.  Duh, bodohnya aku. Kenapa bisa lupa sih?

“Ya sudah.  Kalo gitu kita belajar sekarang ya?  Mumpung belum masuk.”

Dia langsung meraih pergelangan tanganku, menarikku masuk kelasku!  Apa-apaan ini?!  Apa dia tidak tau kalau aku malu diperlakukan begitu?!  Aku yakin mukaku sudah memerah saat ini.  Dan aku yakin, teman-temanku akan mengolokku sebentar lagi.  Sebentar lagi.  Lihat saja…

“Ciieeeeee…!!!  Milla sama Ivan!!!  Selamat yah Milla!!!”

Tuh kan, benar yang kukatakan.

“Iiihh… Apaan sih kalian?!  Aku cuma mau bantuin Ivan belajar Fisika!” aku mencoba membela diri.

“Ya ampun… bu guru dan muridnya!  So sweet banget!”

Hah, apa-apaan?!  Sepertinya aku makin tersudut.  Kulihat Ivan.  Dia hanya cengengesan gak jelas.  Ivan sialan.

“Eh, udah udah.  Aku mau belajar nih.  Yuk Mil…” Ivan mengajakku ke bangku ku.

Suitan dari teman-temanku makin keras.  Sialan.  Jangan hiraukan, Milla!  Akhirnya, dengan ditemani suitan-suitan dan bisikan-bisikan gak jelas dari teman-temanku, kuajari Ivan bagian yang tidak dimengertinya.

“Oh, jadi gitu toh…  iya iya, ngerti aku sekarang…” Ivan manggut-manggut setelah kujelaskan.  Tepat saat itu, bel masuk berbunyi.  Ivan bergegas keluar, dia tidak sekelas denganku.

“Makasi banyak ya, Mil.” katanya sebelum pergi.

Kembali terdengar suitan dari teman-temanku.  Kulirik mereka.  Mereka hanya cekikikan gak jelas.  Dasar…

¤¤¤

Ivan mengirim sms terimakasih kepadaku, karena dia bisa mengerjakan soal ulangan dengan mudah.  Yah, sebenarnya dia tidak perlu berterimakasih, karena sebetulnya aku senang melalukan itu.  Aku yang harus berterimakasih padanya.

 

Bsk minggu jln2 yuk 🙂

Tiba-tiba kuterima lagi sms darinya.  Hah?  Tidak salah?  Ivan mengajakku jalan-jalan?

Kemana?

Kubalas smsnya.

Ya, kmn aja km mw deh.  Terimakasihku krn km udh bantuin aku belajar 🙂

Olala!  Aku langsung terbang (lebay).

Hmm… oke deh. Jln2 k taman kota aj y?

Kubalas lagi smsnya.

Oke, as you wish 🙂 bsk mw kujemput atw gmn?

Duh, jangan dijemput.  Bisa malu aku.

Eh, gk usah deh.  Aku sndiri aj

Kukirim smsku.

Okedeh klo gtu.  Ktmu dsna jm brp?

Hmm… jam berapa ya?

Jm 9 aj deh.  Bs kan?

Tiba-tiba dia mengirimkan mms.

Oke. Bsk jm 9 d tman kota 🙂

Great!

Aku harus menyiapkan baju buat besok!

¤¤¤

Meskipun tidak terlalu indah, namun aku suka Taman Kota.  Bunga-bunga yang bertebaran sepinggir jalan membuat suasana menjadi romantis (tunggu, aku pilih tempat ini bukan karena ingin beromantis, ya!).  Selain itu, ada tempat yang sangat kusukai di sini.  Ada sebuah pohon besar yang rindang dipinggir danau.  Setelah jalan-jalan keliling Taman Kota, aku dan Ivan berteduh di bawah pohon itu.

Sambil memandang danau yang tenang dan awan di atas, kami berceloteh.  Aku lebih suka mendengarkan, jadi kuperhatikan Ivan yang bercerita tentang semua yang dia suka.  Aku suka melihatnya berceloteh begitu.  Sesekali dia memandangku dan tersenyum, bertanya apakah aku mendengarkannya.  Tentu saja iya!

“Hmm… Kamu ini memang gak banyak bicara, ya…”

“Lebih baik menjadi pendengar yang baik.”

“Hahaha… Apakah menurutmu aku pembicara yang baik?” tanyanya kepadaku.  Tersenyum, kuanggukkan kepalaku.  Dia tertawa.

“Kamu tau?  Biasanya aku kurang suka dengan orang yang hanya mendengarkan.  Tapi, aku merasa lain denganmu.  Aku merasa, aku menjadi diriku saat kau mendengarkan semua omonganku.  Kukira kau benar-benar seorang pendengar yang baik.” Ivan berkata dengan memandang jauh ke depan.  Disandarkan kepalanya ke pohon.  Kemudian dia menoleh kearahku, dan tersenyum.

Kini giliranku yang tertawa.  Ya, kuharap apa yang dia katakan itu benar.  Karena aku merasa, yang dia katakan tadi adalah sebuah pengakuan.  Apakah itu artinya dia suka kepadaku?  Kuharap, ya…  Karena berada didekatnya, mendengar dia bicara, dan memandang wajahnya, hatiku seringan awan.

¤¤¤

Homogenic – Seringan Awan

 

Disini semua berawal

Walau seribu tanya bicara

Terbungkam oleh pesona

Tanpa arah, semakin jauh

Kubertahan…

 

Haruskah kuhilang tanpa pesan?

Akankah kurindu semua kesan?

 

Sentuhlah hatiku, rasakan berbeda

Rengkuhlah pikirku, bawaku ke duniamu

Dengarlah harapku, akankah kau mengerti

Bila hadirmu buat hatiku

Seringan awan…

 

Disini semua terungkap

Walau nyata enggan berkata

Membisu oleh prahara

Tanpa arah, semakin jauh

Kubertahan…

 

Haruskah kuhilang tanpa pesan?

Akankah kurindu semua kesan?

 

Sentuhlah hatiku, rasakan berbeda

Rengkuhlah pikirku, bawaku ke duniamu

Dengarlah harapku, akankah kau mengerti

Bila hadirmu buat hatiku

Seringan awan…

6 thoughts on “Seringan Awan

Leave a comment